Di sekolah tempat untuk mencari ilmu,
kini sepertinya dijadikan tempat mencari uang bagi para "tikus sekolah".
Peristiwa ini kerap terjadi pada awal tahun ajaran baru siswa/siswi di
sekolah baik itu SD, SMP, dan SMA/SMK negeri. Sebutan untuk mencari uang pada
tahun ajaran baru ialah pungutan liar atau pungli.
Alih-alih para oknum meminta kepada
orang tua siswa untuk kebutuhan sekolah. Nyatanya, duit yang ditagih pun
melebihi batas sewajarnya. Mulut orang tua siswa bungkam karena mereka ingin
mengadu, tetapi mereka memikirkan nasib anaknya nanti.
Modus Aliran Dana
Saat penerimaan siswa/siswi baru, pihak
sekolah meminta dana kepada wali murid untuk kebutuhan sekolah. Biasanya dana
tersebut digunakan untuk membeli seragam, membeli AC (Air Conditioner), dll. Mungkin ada sebagian orang tua murid tahu
bahwa uang-uang tersebut merupakan pungutan liar.
Bayangkan saja, jika setiap siswa
dimintai uang sebesar Rp1 juta, sekolah sudah mendapatkan ratusan juta. Padahal,
di setiap sekolah negeri sudah mendapatkan dana BOS (Bantuan Operasional
Sekolah).
Misalnya, salah satu sekolah yang ada di
Kabupaten Bogor meminta uang kepada wali murid sebesar Rp1,1 juta. Dari pihak
sekolah mengatakan, uang tersebut untuk membeli seragam dan memasang AC. Namun,
saat di pertengahan semester, sekolah tersebut meminta uang kembali minimal
Rp700 ribu untuk memasang AC. Lantas, uang yang Rp1 juta lalu itu di ke
manakan?
Padahal sekolah negeri tujuannya selain
untuk mendapatkan ilmu, juga untuk meringankan siswa yang tak mampu. Namun,
saat ini dimanfaatkan bagi pelaku yang haus akan uang. Wali murid hanya diam,
ia takut jika mengadu akan ada yang mengancam anaknya.
Pemerintah Harus
Bertindak Tegas
Di Bandung misalnya, Ridwan Kamil telah
memberi sanksi terhadap 19 kepsek. Seperti yang dilansir balebandung.com, Terdapat 3 rekomendasi sanksi yang diusulkan
Inspektorat, yakni skorsing kepala sekolah selama 3 bulan dan penundaan
kenaikan pangkat, pemberhentian dari jabatan kepala sekolah, serta rekomendasi
sanksi kepada Gubernur Jawa Barat untuk tindakan yang dilakukan di tingkat SMA.
Rekomendasi dilakukan karena kewenangan sekolah setingkat SMA berada di wilayah
provinsi.
Dikutip berdasarkan mediaindonesia.com, Arief Rachman pakar pendidikan mengatakan, ada
tiga hal yang harus dibenahi untuk mencegah terjadinya pungli. Pertama, urusan
keuangan penerimaan siswa baru diatur berdasarkan peraturan sekolah yang
mengacu pada permendikbud dan undang-undang. Kedua, dewan pendidikan dan komite
sekolah di setiap daerah mesti benar-benar bekerja sesuai tugas pokok dan
fungsi mereka. Ketiga, pastikan orang tua mengetahui batasan iuran apa saja
yang diperbolehkan.
Bahkan berdasarkan Permendikbud No 60
Tahun 2011 jelas disebutkan bahwa sekolah yang memungut biaya dari peserta
didik bisa terkena sanksi. Sanksi berupa pengembalian pungutan sepenuhnya,
mutasi hingga tindakan administratif lainnya.
Devi Putri Pratama,
mahasiswi Politeknik Negeri jakarta